Tata Ruang Rumah Bali
Tata
ruang rumah Bali yang lebih bersifat fisik mempunyai berbagai variasi,
namun demikian pada dasarnya memiliki kesamaan yang selalu ada di dalam suatu
tata ruang rumah Bali. Kesamaan tersebut adalah dalam hal :
1. Keseimbangan Kosmologi dan Hirarki Ruang
Tri
Hita Karana dan Tri Angga, pekarangan
rumah tradisional Bali memiliki susunan ruangan yang dibagi menjadi tiga,
yakni: Utama Mandala (kaja-kangin) untuk parhayangan atau tempat suci yaitu sanggah atau pamerajan; Madya Mandala (tengah) untuk pawongan; Nista Mandala (kelod-kauh)
untuk palemahan. (Gelebet, 1986:77).
2. Orientasi Kosmologi
Transformasi fisik dari konsep Sanga Mandala menjadi dasar penataan
ruang rumah tradisional Bali desa dataran, dengan membagi pekarangan menjadi
sembilan ruang (Gelebet, 1986:78). Sembilan ruang tersebut terdiri dari utamaning utama (kaja-kangin), utamaning madya
(kaja), utamaning nista (kelod-kauh), madyaning utama (kangin), madyaning madya
(tengah), madyaning nista (kauh), nistaning utama (kelod-kangin), nistaning
madya (kelod), nistaning nista (kelod-kauh).
3. Konsep Ruang Terbuka
Konsep akasa-pertiwi diterapkan dalam pola ruang kosong (open space) dalam rumah tinggal yang dikenal dengan natah. Natah merupakan simbol tempat pertemuan antara purusa dan pradana, yaitu
pertemuan antara akasa/langit dan pertiwi/tanah/bumi. Dengan demikian
makna natah yang paling utama adalah
memberi peluang suatu kehidupan, yakni berumah tangga selama jiwa bertemu
dengan raga atau sepanjang ayat dikandung badan. Pertemuan purusa dan pradana ini
menghasilkan benih-benih kehidupan (Gomudha, 1999:94). Keberadaan purusa (kelaki-lakian) yang berlawanan
dengan pradana (kewanitaan) juga
merupakan konsep rwa bhineda, dua hal
yang bertentangan tetapi tidak saling memusnahkan dan menghilangkan salah
satunya, melainkan keduanya harus berjalan selaras dan seimbang.
Tata ruang rumah Tradisional Bali mengikuti konsepsi
kosmologis dalam penataan pekarangannya. Tata letak massa bangunan yang
diposisikan sesuai dengan fungsi, makna, serta tata nilainya. Rumah dianggap
sebagai mikrokosmos semesta yang bersimbol pada teritori, orientasi, tata letak,
dan hirarki ruang-ruang.
Layout
Rumah Tradisional Bali Dataran
Sumber
: http://forum.isi-dps.ac.id
|
Penataan rumah tradisional pada desa pegunungan cukup
sederhana. Rumah terdiri dari tiga fungsi bangunan, yakni: sanggah, bale meten, dan bale
delod. Tata letak bangunan berjejer mengikuti konsep ulu-teben (hulu-hilir), sanggah
berada di posisi ulu, demikian
seterusnya hingga bale delod dan pamesuan menempati posisi teben. Di antara bale delod dan bale meten
terdapat natah sebagai ruang bersama
dengan fungsi sirkulasi dan sosialisasi. Pada desa dataran, penataan rumah tradisional
menggunakan pola sanga mandala, yang
mana sanggah berada di zone timur
laut, bale meten pada arah utara bale dangin pada arah timur, bale dauh pada arah barat, jineng pada arah tenggara, bale delod pada arah selatan, paon pada arah barat daya, dan natah pada arah tengah (Parimin,
1986:138).
Penataan Rumah Tradisional Bali memperlihatkan ciri-ciri
yang khas dan keragaman. Hal tersebut karena adanya Desa-Kala-Patra (tempat-waktu-keadaan) dan Desa-Mawa-Cara yang menjelaskan adanya fleksibilitas yang tetap
terarah pada filosofinya (Meganada, 1990:51). Namun beberapa tipe rumah seperti
disebutkan sebelumnya selalu memiliki atribut yang sama seperti sanggah, meten, bale (delod/dangin/dauh), jineng, paon, dan natah (Runa,2003:55).
Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep inkulturasi
dan Arsitektur Tradisonal Bali, maka “Inkulturasi Arsitektur Tradisional Bali”
adalah transformasi mendalam dari
prinsip filosofis, prinsip praktis, dan prinsip manfaat ATB yang berlandaskan
ajaran agama Hindu ke dalam rumah etnis Tionghoa. Hasil transformasi antara dua
pihak (ATB dan rumah etnis Tionghoa) ini tetap memegang identitas masing-masing
dan saling memperkaya (enriching)
satu sama lain.
REFERENSI
Budiharjo,
Eko. 1990. Architectural Conservation in
Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gelebet,
Nyoman. dkk. 1986. Arsitektur Tradisional
Daerah Bali. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Bali,
Denpasar.
Gomudha,
I Wayan. 1999. Reformasi Nilai-Nilai Arsitektur Tradisional Bali pada
Arsitektur Kontemporer di Bali (tesis). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November.
Meganada,
I Wayan. 1991. Pola Tata Ruang Arsitektur Tradisional dalam Perumahan KPR-BTN
di Bali (tesis). Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Parimin,
Ardi P. 1986. Fundamental Study on Spatial Formation of Island Village:
Environmental Hierarchy of Sacred-Profan Concept in Bali. (disertasi). Osaka
University of Japan
Runa,
I Wayan. 2003. Sistem Spasial Rumah Tinggal Desa Pegunungan di Bali Dalam Perspektif
Sosial Budaya (disertasi). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
www.forum.isi-dps.ac.id