ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI
Arsitektur
Tradisional Bali (ATB) merupakan perwujudan dari usaha untuk menciptakan ruang
untuk pelaksanaan aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan sosial, budaya dan
ekonomi, baik dari materi maupun spiritual. Dengan demikian, ATB tidak hanya
meliputi aspek fisik tetapi juga non-fisik; tidak saja berdasarkan pertimbangan
yang pasti dan rasional, tetapi juga berdasarkan perasaan, estetis, dan bahkan
berdasarkan pada pertimbangan spiritual, sesuai dengan nilai, norma,
kepercayaan, adat istiadat dan agama Hindu di Bali (Rumusan Arsitektur Bali,
1984:p.1).
Arsitektur
Tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah kehidupan
masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala
aturan-aturan yang diwarisi dari zaman dahulu, sampai pada perkembangan satu
wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali, Asta
Patali, dan lainnya, sampai pada penyesuaian-penyesuaian oleh para undagi
yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk dimaksud (Wikipedia,
htpp://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur Bali, 2009).
NORMA DALAM ATB
Norma adalah aturan-aturan untuk
bertindak bersifat khusus, sedangkan perumusannya biasanya amat terinci, jelas,
tegas, dan tidak meragukan (Koentjaraningrat, 1986:195). Jika dikaitkan dengan Asta Kosali (lontar mengenai bangunan),
maka pengertian norma berarti konsep yang menata tindakan manusia dalam
membangun perumahan dan permukiman yang bersumber dari lontar Asta Kosali, atau pedoman dasar dalam
merancang rumah tradisional Bali. Norma Asta
Kosali banyak bersumber dari ajaran agama Hindu, sehingga memiliki pengaruh
yang kuat di lingkungan masyarakat Bali. Pelanggaran norma yang tertuang dalam Asta Kosali juga berarti pelanggaran
terhadap norma agama Hindu (Sulistyawati, 2007:2).
Bentuk-bentuk
norma tersebut antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:
(a). Norma
pertama, dalam membangun perumahan, pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan hari baik (dewasa ayu)
untuk memulai tahapan-tahapan pekerjaan. Pemilihan hari baik berarti
memaksimalkan pengaruh baik dari hari bersangkutan (pengaruh kosmos) pada
bangunan(Sulistyawati, 2007:3).
(b). Norma kedua, berkaitan dengan jenis-jenis ukuran untuk
keseluruhan bagian-bagian bangunan dan jenis-jenis ukuran untuk keseluruhan
bagian-bagian tertentu. Setiap ukuran ATB selalu mengambil skala orang
(manusia) yang akan menghuni bangunan tersebut. Dengan demikian, diharapkan
akan terjadi hubungan yang harmonis antara pemilik dengan bangunan yang dihuni.
Keharmonisan yang dimaksud bukan saja bersifat fisik (sekala) tetapi juga diwujudkan dalam bentuk hubungan non-fisik (niskala), melalui upacara-upacara tertentu.
Upacara yang terpenting diantaranya adalah ngaug
sunduk dan pamelaspas (Sulistyawati, 2007:3).
(c). Norma
ketiga, berkaitan dengan jenis upacara dan mantra yang berkaitan dengan seluruh
tahapan pekerjaan, disertai sanksi-sanksi yang ditujukan kepada undagi dan sangging, sebagai wujud penyatuan kekuatan supranatural dengan
fisik bangunan yang pada akhirnya akan mewujudkan suatu bangunan yang utuh jiwa
dan raga seperti manusia (Sulistyawati, 2007:3).
PRINSIP-PRINSIP DALAM ATB
Prinsip-prinsip ATB dikelompokkan
menjadi tiga yaitu : prinsip filosofis yang terdiri dari atas sembilan hal,
prinsip praktis yang terdiri atas 15 hal, dan prinsip manfaat yang terdiri atas
enam hal (Sulistyawati, 1995:100). Berikut adalah prinsip-prinsip dalam ATB
tersebut:
Tabel 2.2 Prinsip-Prinsip dalam ATB
PRINSIP DALAM ATB
|
||
Prinsip Filosofis
|
Prinsip Praktis
|
Prinsip Manfaat
|
Trihita Karana
Buwana agung–buwana
alit
Manik ring cecupu
Catur purusa
artha
Tat twam asi
Tri loka
Desa kala patra
Dewata nawa sanga
Rwa bhineda
|
Hulu teben
Tri mandala
Sanga mandala
Swastikasana
Tri angga
Natah
Ornamen
dan dekorasi
Warna
alami lokal
Fungsi
Bahan
alami lokal
Kejelasan
struktur
Sikut (ukuran)
Ukuran
bangunan
Ketinggian
Urutan
membangun
|
Upakara
Astawara
Undagi
Pengurip
Tri pramana
Wewaran
(padewasaan)
|
Sumber : Dirangkum
dari Sulistyawati, 2007.
Semua prinsip praktis merupakan realisasi dan pencerminan
dari prinsip filosofis dan prinsip manfaat. Jadi, wujud bangunan dan pola
penataan ruang dalam perumahan pada permukiman tradisional Bali sudah merupakan
prinsip filosofis dan prinsip manfaat serta prinsip praktis itu sendiri
(Sulistyawati, 2007:6).
REFERENSI:
Rumusan Arsitektur Bali. 1984
Sulistyawati Made.
2007. Konsep dan Prinsip Arsitektur Tradisional Bali serta Nilai Budayanya.
Buku Ajar Program SIT Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana.
Belum dipublikasikan
_______________________.
1995. Balinese Traditional Architectural Principles in Hotel Building
(disertasi). Oxford : School of Architecture, Faculty of Environment, Oxford
Brookes University
The most enduring symbol of the Norse - titanium arts
ReplyDelete› tj-metal-arts › tj-metal-arts gri-go.com The casino-roll.com most enduring symbol of the dental implants Norse - titanium arts · The most enduring symbol of the Norse - titanium arts · The most enduring symbol of the Norse herzamanindir.com/ - https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ titanium arts.